Wednesday, 5 January 2011

Mahaguru Kucing

Menurut cerita, zaman dahulu ketika para binatang dapat berbicara, ada cerita menarik tentang kucing yang menjadi guru. Kucing adalah salah satu guru yang disegani oleh binatang lain.

Kepandaiannya dan kebijaksanaannya serta keadilannya, membuat banyak binatang lain menaruh hormat kepada kucing.

Makin hari semakin meluas berita tentang terkenalnya kucing sebagai guru yang bisa menjawab permintaan para murid-murid yang belajar padanya akhirnya sang kucing mendapat julukan sebagai guru besar.

Di antara sekian banyak murid, harimau dan singa adalah salah salah seorang murid yang cerdas. Dia ingin belajar memanjat pohon dari sang guru besar itu.

Mendengar permintaan muridnya itu sang Kucing menerangkan panjang lebar tentang cara memanjat pohon.

Kemudian ia mulai berpikir, karena kucing harus lebih pintar dari harimau maupun binatang yang lain, mulailah berniat tidak baik. Diam-diam Kucing tidak mau menurunkan ilmu memanjat itu. Kucing ingin supaya ilmu itu menjadi miliknya sendiri.



Ia tidak ingin ilmu itu dimiliki oleh binatang selain dirinya. Kucing berusaha mengulur waktu dan berharap para binatang meminta pelajaran cara memanjat pohon itu melupakannya. Kucing tidak bosan-bosan mengajari cara bermain-main maupun menerkam yang indah dan lain sebagainya.

Khusus kepada harimau dan singa, kucing mengajari cara berenang di air yang arusnya deras. Kucing berharap kedua muridnya yang cerdas itu tidak lagi menuntut ilmu memanjat pohon.

Hehehe......kalian senang ya bisa berenang” kata kucing.

Benar guru.......” jawab singa dan harimau.

Pada suatu hari Harimau sudah tidak sabar ingin diberi ilmu memanjat pohon. Pagi-pagi sekali ia menemui kucing. Kucing pun masih berusaha menunda lagi dengan menghiburnya.

Akan kau gunakan sebagai apa ilmu itu” tanya kucing.

Ya sebagai bekal”, jawab harimau dengan sedikit menutupi agar ia disangka binatang yang baik hati pada sesama binatang.

Kucing pun melanjutkan perkataannya dengan suara yang agak pelan dan berwibawa, “ilmu itu tak cukup hanya sebagai bekal saja”.

Harimau agak gelisah. Rupanya sang Guru Besar itu sangat keberatan menurunkan ilmu itu kepadanya. Ia berusaha menambahkan uraian jawaban yang lebih baik lagi dan masuk di akal.

Ya untuk dimanfaatkan”, ujar sang harimau.

Manfaat untuk apa?” tanya kucing berusaha mendebat agar dengan kesalahan jawabannya harimau, ia bisa menggagalkan menurunkan ilmu itu kepadanya tanpa sungkan-sungkan.

Apa saja”, harimau menjawab singkat.

Kucing menambahkan lagi, “Manfaat itu ada dua. Ada manfaat baik dan ada manfaat buruk. Kalau manfaat buruk berarti tidak baik, dan kalau manfaat baik, itu pasti terpuji”.

Lalu kau akan memilih jawaban yang mana?” lanjut si kucing.

Harimau menggerutu dalam hati. Pikirannya mulai tidak tenang.

Guru mau menurunkan ilmu itu atau tidak?” tanya harimau.

Kucing tersenyum. “Kalau aku tidak mau bagaimana?” tanya si kucing.

Jangan menyesal apabila saya bertindak kasar”, kata harimau.

Apa? kamu mau melawan guru”, tanya kucing. Ia sadar ia tidak mampu melawan harimau.

Kau tidak takut kena bencana?” gertak kucing.

Tidak”, kata harimau.

Saya tidak mau menurunkan ilmu itu kepadamu” kucing meninggalkan harimau. Harimau terperanjat mendengar jawaban itu. Mendengar keputusan sang guru, sang harimau sangat marah bukan main.

Hem, betul dugaanku, guru punya niat tidak baik”.

Aku gurumu, aku tahu apa yang terbaik bagimu. Dan kurasa kau memang tidak perlu belajar memanjat pohon!” kata kucing sambil berlari.

Akan kukejar kemanapun guru berlari”.

Coba saja kalau bisa!” tantang kucing sambil mempercepat larinya.

Harimau yang merasa dikibuli jadi makin marah. Ia juga mempercepat langkahnya.

Karena harimau tubuhnya lebih besar dalam tempo singkat ia mampu mengejar kucing.

Sial bagi sang kucing karena badannya lebih kecil sehingga langkah kucing sangat pendek. Berkali-kali ia nyaris diterkam harimau. Kucing mulai gentar menyikapi harimau yang kian beringas itu.

Untunglah nasib sang kucing lebih pintar dalam menggunakan ilmunya. Ia juga berpikir lebih baik sering menukik dengan belok tajam daripada berpacu dengan sang harimau yang sering kebablasan jauh dalam mengejarnya.

kenyataannya kelihatan ia bergerak lebih gesit dari harimau walau dengan langkahnya yang pendek itu. Saat itu kucing merasa aman karena di depannya ada pohon.

Tapi sangat sulit baginya untuk langsung mencapai pohon itu. Jika ia langsung menuju pohon itu maka ia akan dilahap harimau mentah-mentah.

Ia tetap memakai cara lari dengan menukik-nukik belok tajam sambil mengalihkan perhatian kebuasan harimau.

Ternyata benar. Harimau takjub dengan kelincahan sang kucing dan tidak menyadari bahwa ada pohon didepannya. Hal itu karena ia konsentrasi memburu dengan membabi buta agar secepatnya bisa memaksa kucing belaka.

Adapun bagi harimau, dia tetap merasa untung dengan ada tambahan ilmu tentang cara berlari dengan cara belok menukik tajam.

Kucing yang selama itu hanya menyiasati perhatian agar bisa mencapai pohon ia menciptakan langkah semakin indah.

Sementara sekali ada kesempatan maka segera kucing melompat dengan gesitnya merayap di pohon yang ada di depannya. Harimau memandanginya dari jauh.

Harimau sangat terpesona melihat kelincahan sang gurunya memanjat pohon itu. Langkah itu indah sekali. Langkah itu langkah yang ia impikan.

Ia menyadari ilmu memanjat pohon itulah yang ingin ia miliki dari sang guru besar. Akan tetapi sang guru kini sudah tidak percaya lagi kepadanya.

Pada mulanya harimau khawatir jangan-jangan sang guru hanya menipu bahwa ia mempunyai ilmu cara memanjat pohon. Dan kini ilmu itu ia saksikan di depan matanya sendiri.

Setelah harimau tahu, ia hanya tercengang, ternyata gurunya tidak berdusta. Mungkin gurunya hanya menguji dengan kata-kata itu. Langkah itu benar-benar langkah yang menakjubkan.

Ia tergiur dan menyesal telah memaksa gurunya, akan tetapi bagaimana lagi kalau nasi sudah menjadi bubur, mustahil sang guru bisa mengampuni kesalahannya tadi.

Sambil ia terpesona campur kagum, pelan-pelan ia mulai marah pada dirinya sendiri.

Akhirnya ia marah besar. Kini perasaan dendam harimau tidak bisa dibendung lagi sehingga ia bersumpah akan membunuh gurunya.

Apabila ia tidak bisa membunuh gurunya maka kotorannya pun akan ia makan agar ia bisa mempunyai ilmu memanjat pohon seperti gurunya itu.

Mendengar sumpah harimau, kucing malah tidak berani turun dari pohon itu. Dari situ pula kucing tidak dapat menjadi guru lagi. Dia harus berhati-hati sebab ia tahu betul sifat harimau dan perangainya.

Dengan hati-hati pula akhirnya sang kucing dapat turun dari pohon itu. Ia meneruskan perjalanannya di tempat-tempat yang agak jauh dari harimau. Ia terus mencari tempat yang aman baginya.

Akhirnya sampai sekarang dapat dilihat, jika kucing buang air besar, kotorannya selalu ditimbun atau ditutupi dengan tanah agar tidak dapat dilihat oleh harimau.



0 comments:

  © Blogger template 'Hypnoticat' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP