Tradisi Ngiring Kucing
PROBOLINGGO, Masyarakat suku Tengger di Desa Wonokerso, Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Jumat (25/9), menggelar upacara ngiring kucing. Upacara memandikan kucing hitam itu bertujuan memohon kepada Sang Hyang Widi Wasa untuk menurunkan hujan di desa-desa Tengger agar petani bisa mulai menanam sayuran.
Upacara digelar di Sanggar Kembang di Desa Wonokerso. Di tempat itu ada sebuah punden (tempat sembahyang) yang diyakini merupakan peninggalan leluhur suku Tengger.
Seorang dukun pandhita, dibantu pemangku pura, memimpin upacara yang diikuti sekitar 500 warga Tengger, pria-perempuan segala usia. Beragam sesaji, seperti dawet, pisang, ayam, dan nasi kuning diletakkan di depan Padmasari (altar persembahan).
Prosesi diawali dengan pembacaan mantra dan doa oleh dukun pandhita. Acara berikutnya ujung-ujungan, yakni dua pria dewasa saling melecutkan rotan ke punggung lawan sebagai lambang pertarungan musim kemarau dan musim hujan.
Selanjutnya, enam pria membawakan tari kuda kepang sampai beberapa penari kerasukan dan membisikkan pesan moral kepada masyarakat Tengger melalui dukun pandhita. Kemudian, seorang penari memandikan kucing hitam dengan dawet sebagai lambang permohonan hujan. Sebagai penutup, mereka makan sesaji bersama-sama.
Menurut Sumartam (60), dukun pandhita Desa Wonokerso, upacara ngiring kucing digelar setiap tahun.
Dosen Antropologi Universitas Brawijaya Malang, Dwi Cahyono, menyatakan, ritual ngiring kucing merupakan perpaduan antara doa keagamaan dan ritus magis. Tradisi yang lebih kurang sama, menurut Dwi, ditemukan di Kabupaten Tulungagung dengan nama adus kucing. (LAS)
0 comments:
Post a Comment